Senin, 16 April 2012

DI BAWAH KIBARAN BENDERA


Karya: Imam Budhi Santosa


Anak-anak khatulistiwa, matahari menggeliat di punggungnya
Berpacu kesegenap penjuru memburu suaka
Hingga ke dasar laut, selat, serta muara-paya,
Pada keasaman tanah gambut tergali harga diri
Menandingi tinggi tegaknya kayu balsa dan meranti menentramkan
Sejarah penindih nurani
Walau tak seramah anggukan bunga padi
Meski tak semudah meraba denyut jantung
Di dada kiri. Seperti birunya gunung
Ternyata lereng terjal sulit didaki

Anak-anak khatulistiwa, matahari tertegun di pundaknya
Adalah mimpi yang tak habis-habisnya menggarami luka
Perihnya berlipat selagi hidup ditafsirkan sandiwara
Adalah sia-sia pulau demi pulau membiarkan cuaca
Silih berganti menapakkan kaki
Sekadar mengikuti perputaran semesta
Sementara kita masih saja berdesakan
Di pinggir-pinggir kota. Bergantung pada sampah
Dan menjadi sampah. Terpasung menikmati lagu
Dan membantu. Sewaktu langit berubah mendung
Tega menjadikan tempurung rumah bagi anak cucu

Anak-anak khatulistiwa, bukan di jalanan tempatnya
Bukan rembulan yang memantulkan kedamaian
Di hati manusia. Bukan pualam
Yang memisahkan derajat para bangsawan
Dengan hamba sahaya. Di atas tanah kita
Tidak terdapat garis yang melintang
Mengiris dari selatan ke utara.

Aib dan tercela terdengar silang-sengketa
Menerobos keluar melalui pintu jendela
Malaikat siap mencatatnya sebagai dosa dunia
Bagi setiap manusia yang menyerah di buncang prahara
Anak-anak pemberani memilih sunyi
Hutan dan perbukitan yang mengantarkan jati diri
Anak-anak pengabdi memilih tiang penglari
Sebagai kiblat dimana harus menancapkan kaki
Anak-anak berbakti melatakkan beban duniawi
Di tangan kiri, yang kanan menaburkan kebenaran
Benih-benih suci fatwa Ilahi
Kalimah-kalimah Nabi, menggugah kehidupan
Sebuah kebangkitan indah pagi hari
Dari pembaringan yang menyesatkan
Dari peperangan yang menghancurkan
Dari kebodohan yang mabenamkan
Terhadap siapa kemerdekaan ini diwariskan

Sudah berulang kali terlampaui jurang lembah
Badai serta musibah. Kini sambil tertatih
Tangan-tangan kecil berlatih memegang dan meraih.
Bagi yang tersisih tak perlu di tangisi
Bunga dan buah tidak semuanya jadi
Tapi jangan biarkan ada yang kedinginan
Mencuri atau kelaparan di rumah sendiri

Mereka adalah tumbal sesaji. Timbunan batu kali
Harus terletak di bawah permukaan bumi
Menjadi  akar tempat berpijaknya bangunan ini
Di bawah kibaran bendera, kicau burung
Salak anjing, beriring memasuki istana.
Serasi tanpa selisih, menghapus tumpang tindih
Semuanya ingin berlayar bukan berdalih
Biarpun hanya penggali tambang, pemikul keranjang
Kusir pedati atau pejalan kaki
Memandang kibaran bendera
Tubuh mereka menggigil
Jiwa mereka terpanggili
Mengacungkan jari
Ikut bernyanyi
: padamu Negeri

1 komentar:

  1. Pernah perform puisi ini tahun 1997, teater W STIE Widya wiwaha yogyakarta

    BalasHapus