Rabu, 25 April 2012

Kritik Sosial Masyarakat tarhadap kepribadian sastrawan Tanjungpiang



Kritik sosial adalah salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat yang bertujuan atau berfungsi sebagai control terhadap jalannya suatu system sosial atau proses bermasyarakat. Menurut Marbun, kritik sosial merupakan frase yang terdiri dari dua kata yaitu kritik dan sosial masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan kritik adalah suatu tanggapan atau kecaman yang kadang-kadang disertai dengan uraian dan pertimbangan baik maupun buruknya suatu hasil karya, pendapat, dsb (1996:359). Sementara di sisi lain, Webster menjelaskan bahwa kata kritik berasal dari bahasa Latin criticus atau bahasa Yunani kritikos yang berarti a judge atau dari kata kinnea yang berarti to judge (1983:432).Sementara itu sosial memiliki pengertian having to do with human beings living together as a group in a situation that they have dealing with another (Webster, 1983:1723).
Berdasarkan definisi dari dua kata tersebut, Astrid Susanto seperti yang dikutip oleh Mafud (1997:47) mengambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kritik sosial masyarakat adalah suatu aktifitas yang berhubungan dengan penilaian (juggling), perbandingan (comparing), dan pengungkapan (revealing) mengenai kondisi sosial suatu masyarakat yang terkait dengan nilai-nilai yang dianut ataupun nilai-nilai yang dijadikan pedoman. Kritik sosialmasyarakat  juga dapat diartikan dengan penilaian atau pengkajian keadaan masyarakat pada suatu saat (Mahfud, 1957:5). Dengan kata lain dapat dikatakan, kritik sosial masyarakat sebagai tindakan adalah membandingkan serta mengamati secara teliti dan melihat perkembangan secara cermat tentang baik atau buruknya kualitas suatu masyarakat. Adapun tindakan mengkritik dapat dilakukan oleh siapapun termasuk sastrawan dan kritik sosial masyarakat merupakan suatu variable penting dalam memelihara system sosial yang ada.

Nilai-nilai Kritik Sosial dalam Sastra





SASTRA merupakan salah satu cara mengungkapkan ekpresi jiwa, perasaan, pikiran di tengah suasana yang hidup, bukan ruang kosong. Sastra bukan hanya mencitrakan nilai estetis, tetapi memiliki nilai pesan moral yang dalam, mengena dan lugas.Tak hanya itu, sastra dipandang paling ampuh dalam melakukan kritik sosial, kekuasaan dan sebuah tatanan yang menyimpang dari kelaziman.
Relasi sastra dengan keadaan masyarakat merupakan hubungan dialektis, yang saling mempengaruhi perkembangannya.Posisi sastra harus menempatkan tema pesan sesuai dengan tingkat peradaban masyarakat.
Dalam sastra mengandung dimensi makna yang sangat luas, tergantung pelakunya. Seperti sastrawan atau budayawan Erizal Norman, sapaan akrab Erizal tempoyak, apa yang dikaryakan memantik pesan sosial dan religius. Sumber inspirasinya adalah bermula dari sikap, ide dan pandangan dia terhadap realitas yang mengitarinya.
Jabrohim, seorang sastrawan “akademis” menyatakan bahwa sebuah hasil karya sastra yang genuin (asli) adalah karya yang memiliki hubungan timbal balik antara sastrawan melalui karya sastranya dengan masyarakat.
Memang suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa seorang penyair senantiasa dipengaruhi oleh ruang dan waktu.Setiap penyair pasti tidak hidup dalam ruang yang hampa, tetapi dinamis dan kompleks.Sehingga hasil sebuah sastra bukanlah berdiri sendiri (otonom), melainkan sesuatu yang terikat erat dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat karya itu dilahirkan.
Untuk menyelami siratan makna sastra, kata Jabrohim, dapat melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan sosiologis dan religius.Dengan pendekatan sosiologis, maka akumulai dari konteks sosial sastrawan, cermin masyarakat dan fungsi sosialnya dapat terbaca secara komprehensif. Sedangkan dengan pendekatan religius, maka nilai-nilai sastra terlihat menyiratkan inti (core) kualitas hidup manusia, dan harus dimaknakan sebagai rasa rindu, rasa ingin bersatu, rasa ingin berada bersama dengan sesuatu yang abstrak (Tuhan).
Kalau kita mau baca kumpulan puisi-puisi yang ditulis oleh Erizal Norman, misalnya, kita akan mendapatkan siratan makna yang bersifat sosio-religius. Siratan makna puisi tersebut berupa ekspresi dari kegelisahan, penderitaan, dan keprihatinan seorang penyair yang melihat berbagai ketimpangan sosial yang melingkupinya.
Selain itu, puisi semacam itu juga menampilkan kegelisahan religius penyairnya sebagai akibat interaksi sosial dan kerinduan kepada Tuhan serta sikap-sikap religius yang lain.
Lahirnya sebuah sastra tentu berangkat dari alam pikir yang cerdas dan hati yang lembut.Sebab sastra mencerdaskan merupakan sarat dengan nilai-nilai yang dihayati penyair atau sastrawan serta keyakinannya yang melandasi pikiran terhadap lingkungannya, hidup dan kehidupannya.Semua pengalaman menjadi ide karya untuk dikembangkan melalui kemampuan imajinasi, dengan pendalaman masalah, lewat wawasan pemikiran dan sebagainya, sehingga melahirkan suatu karya yang benar-benar utuh dan bulat.
Sastra yang mencerdaskan harus mengungkap segi-segi sosial yang bersifat etis, terapis, konseptualis, dan kritis yang memihak pada golongan yang lemah. Dengan demikian, sastra yang bernilai tinggi adalah cermin dari kultur masyarakat, bahkan bagian dari karakter masyarakat itu sendiri.



Pengaruh Sosial masyarakat terhadap tokoh-tokoh masyarakat dan adat istiadat
Tokoh masyarakat.Tokoh masyarakat adalah orang-orang yang memiliki pengaruh pada masyarakat.Tokoh masyarakat ada yang bersifat formal dan informal.Tokoh yang bersifat formal adalah yang diangkat dan dipilih oleh lembaga negara dan bersifat struktural.Contohnya : camat, lurah atau anggota dewan perwakilan rakyat. Tokoh masyarakat yang bersifat informal adalah tokoh yang diakui oleh masyarakat karena orang tersebut dipandang pantas menjadi pemimpin dan panutan yang disegani.Misalnya tokoh agama, ulama, pendeta, biksu, dan kiai. Pengendalian sosial yang dilakukan tokoh agama terutama ditujukan untuk perilaku menyimpang dari sudut nilai dan norma agama. Umumnya menggunakan pengendalian sosial dilakukan dengan cara persuasif. Pada peristiwa tertentu kekuatan pengendalian sosial tokoh masyarakat dapat lebih kuat dari pengendalian sosial lainnya.

Adat Lembaga adat merupakan pengendalian sosial pada masyarakat tradisional.Adat berisi nilai-nilai, norma-norma yang dipahami, diakui dan dipelihara terus menerus oleh masyarakat dimana adat tersebut berada.Lembaga adat mengatur perilaku anggota masyarakat agar tidak melakukan perilaku menyimpang. Pelaku penyimpangan sosial akan dihukum seperti: ditegur, dikenakan denda atau sanksi, dikucilkan atau diusir dari lingkungan masyarakatnya. Pihak yang berperan dalam pengendalian ini adalah ketua adat.Berbeda dengan kepolisian dan pengadilan, lembaga pengendalian sosial adat bersifat setempat berlaku untuk warga masyarakat dimana adat tersebut hidup.Sebelum masyarakat mengenal lembaga pengendalian sosial kepolisian dan pengadilan, lembaga pengendalian sosial adat sudah terlebih dahulu ada untuk mengendalikan perilaku anggota masyarakatnya. Walaupun tidak bersifat formal, lembaga pengendalian ini lebih kuat mengikat masyarakat karena sudah mendarah daging melalui proses sosialisasi.

Seorang sastrawan Tanjungpinang dalam kehidupan sosial masyarakat
Erizal Norman
Erizal Norman lahir di Tanjungpinangtanggal 9 September 1964, seorangpenyair yang multi talenta terutamadalam mengumpat dan menyusun kata menjadi lirik-lirik yang kuat, menjadi bait-bait yang sedap dibaca, mengalir bagaikan air, bergelombang ketika riaknya mencium bibir pantai.
Eri yang akrab disapa oleh rekan-rekan seniman,  tapi lebih suka dipanggil dengan sebutan “Eri Tempoyak atau Erizal Sang Lanon Kata” adalah  keponakan dari budayawan, sastrawan, dramawan besar Riau Idroes Tin Tin penerima anugerah Bintang Budaya Parama Dharma dari pemerintah Republik Indonesia yang diserahkan langsung oleh Presiden RI  yang merupakan anugerah tertinggi bidang kebudayaan.Teater adalah bidang kesenian yang ia geluti bersama pamannya  Idroes Tin Tin, Dasri Al-Mubary dan Tusiran Suseno, yang mana ketiga dramawan tangguh ini telah dipanggil Oleh Tuhan Yang Maha Esa, jika penulis mengatakan bahwa Erizal Norman adalah sebagai pewaris keilmuannya tentulah tidak berlebihan.Tersebab Laut Kata ( 2009) bersama M Chandra dan Heru Untung Leksono, aktif bergiat dalam Pelantar sastra Tanjungpinang yang diawali dari sebuah rajukannya dalam berkesenian pada tahun 2007 dengan menjadi sopir angkutan kota, berkesenian hanya dalam hati sambil meratap kepedihan seiring berputarnya roda, kemudian tepat pada tahun 2008 ia mendirikan sanggar Bengkel Teater Zaman.Sosok Erizal Norman adalah lelaki yang tangguh yang multi talenta, dari mulutnya mengalir kata-kata pedas dalam mengumpat yang menjadi lucu ketika ia bercerita tanpa titik dan koma, Ia mampu menjadi sutradara yang baik dalam sebuah pementasan teater, baik diatas pentas maupun diluar pentas. Sebagai penyair karya-karyanya bernas dalam memilih kata dan sebagai cerpenis Ia adalah lelaki yang romantis ini jelas tergambar dari beberapa cerpennya yang mampu membuat para remaja berbunga-bunga jika membacanya.
Sang penyair pengate Erizal Norman adalah penyair yang berbakat yang ingin mengawinkan penghayatan  peristiwa tanpa pernah mempergunakan terminologi teori puisi yang penting ia mampu memilih kata yang terpilih menjadi sajak yang mudah di interprestasikan oleh pembaca, sebagaimana ia sedang memperdalam ilmu barunya sebagai kameraman untuk sebuah penggambaran video atau film documenter.Begitulah, Erizal Norman penyair pengate dengan berbagai talenta, mencari insiprasi tak pernah berhenti, yang setiap kemunculannya seringkali tak kehilangan kata, berani mendedahkan sesuatu, jujur mengakui kesalahan sedikit ungkal menerima nasihat, manusia konvensional kataku.
Banyak membaca banyak ilmu, banyak bekerja banyak rezeki, banyak bergelut ke pemerintah manjadi merintah, banyak bergelut ke sastra menjadi seniman. Ini lah salah satu sosok seniman yang ada di Tanjungpinang. Bergelut dibidang Sastra banyak sekali rintangan dan cobaan. Dalam sosial masyarakat manjadi supir angkot bertahun-tahun, menjual kulkas untuk membawa rombongan sanggar. Apakah setiap seniman pengerbanannya seperti itu?, bagai mana tanggapan pemerintah?, tidak butuh pertanyaan banyak- banyak. Memang betul penyair kaya dengan kata-kata, raja dalam kata, dan penguasa dalam mengolah kata-kata menjadi indah.
            Memang banyak kita jumpai sastrawan- sastrawan dalam di kalangan sosial masyarakat yang kaya dengan kata- kata, raja dalam kata. Namun tetapi tidak banyak kita jumpai gara-gara sastrawan seseorang menjadi jutawan. Di sisi lain setiap manusia itu ada kelebihan dan ada kekurangan, ada kaya ada miskin, ada malam ada siang, ada hidup pasti ada yang mati. Begitu juga sengan profesi sesorang, kadang kala naik jabatan bisa saja turun jabatan. Hidup ini seperti roda. Jadi, menurut saya miskin atau pun kaya seseorang seniman itulah terletak keindahan suatu propesi seseorang sastrawan, seniman tidak butuh kaya tapi butuh berkarya. Seniman harus mampu mengapresiasikan karya- karyanya dikalangan masyarakat.

NAMA INDRA B. 1
MATA KULIAH SANGGAR SASTRA
DOSEN PEMBIMBING Drs. Suhardi, M. Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar