Rabu, 25 April 2012

ANALISIS PUISI CHAIRIL ANWAR "Selamat Tinggal" Dari sisi atrata norma.



Pengertian puisi
Puisi sebagai salah satu jenis sastra yang merupakan pernyataan sastra yang paling utama. Segala unsur seni kesastraan mengental dalam puisi. Oleh karena itu, puisi dari dulu hingga sekarang merupakan pernyataan seni sastra yang paling diminati oleh kalangan sastrawan-sastrawan. Membaca puisi merupakan sebuah kenikmatan seni yang istimewa. Oleh karena itu, dari dulu hingga sekarang puisi selalu diciptakan orang dan selalu dibaca, pembacaan puisi diiringi dengan irama dan gerakan-gerakan untuk lebih merasakan kenikmatan seninya dan nilai kejiwaannya yang tinggi. Dari dulu hingga sekarang, puisi digemari oleh semua lapisan masyarakat. Karena kemajuan masyarakat dari waktu ke waktu selalu meningkat, maka corak, sifat, dan bentuk puisi pun selalu berubah, mengikuti perkembangan selera, konsep estetika yang selalu berubah, dan kemajuan intelektual yang selalu meningkat. Karena itu, pada waktu sekarang ujud puisi semakin komleks dan semakin terasa  sukar sehingga lebih menyukarkan pemahamannya. Begitu juga halnya corak dan ujud puisi indonesia moderen. Lebih-lebih hal ini disebabkan oleh hakekat puisi yang merupakan inti pernyataan yang padat itu (Rachmat Djoko Pradopo, 1987).
Puisi sebagai salah satu karya seni sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Dapat pula puisi dikaji jenis-jenis atau ragam-ragamnya, mengingat bahwa ada beragam-ragam puisi. Begitu juga, puisi dapat dikaji dari sedut kesejarahannya, mengingat bahwa sepanjang sejarahnya, dari waktu ke waktu puisi selalu ditulis dan selalu dibaca orang. Sepanjang zaman puisi mengalami perubahan, perkembangan (Teeuw, 1980:12). Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan secara berangsur-angsur (evolusi) selera dan perubahan konsep estetikanya (Riffaterre,1978).
Menurut para ahli puisi itu adalah:
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Carlyle berkata puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal (berkenaan dengan musik atau bunyi-bunyian). Wordsworth puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif. Auden mengemukakan puisi adalah pernyataan perasaan yang bercampur baur. Dunton berpendapat bahwa puisi itu merupakan pemikiran manusia secara kongret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detikyangpaling indah dalam hidup kita. Yang dikutip oleh (Rachmat Djoko Prodopo dalam bukunya Pengkajian Puisi, 2009: 6).
Di samping itu, seseorang tidak akan dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya yang mengandung seni dan keindahan, puisi juga  memiliki makna tersendiri yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna. Oleh sebab itu, sebelum mengkaji aspek-aspek yang lain, perlu terlebih dahulu puisi dikaji sebagai struktur yang bermakna dan bernilai seni dan keindahan.
Meskipun sampai saat ini orang tidak dapat memberikan ketentuan dan batas arti setepatnya apakah puisi itu, namun yang memahaminya perlu ketahui perkiraan sekitar pengertian puisi. Secara gerakan orang dapat mengerti apakah puisi berdasarkan konvensi wujud puisi, namun sepanjang sejarahnya wujud puisi selalu berudah seperti yang dikemukakan Riffaterre di atas.
Analisis Atrata Norma
Puisi (sajak) merupakan sebuah susunan yang komleks, maka untuk memahaminya perlu dianalisi sehingga dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata (Wellek dan Warren, 1968: 140). Karya sastra itu tak hanya merupakan satu sistem norma. Masing-masingnorma menimbulkan lapis norma di bawahnya (Rene wellek 1968:151). Seorang Filsafat Polandia, di dalam bukunya Das Diterarische Kunstwerk (1931) ia menganalisis norma-norma itu sebagai berikut. Lapisan norma pertama adalah lapis bunyi/ suara (Sound Stratum). Bila seseorang membaca puisi, maka yang terdengar itu adalah rangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Lapis bunyi itu menjadi dasar timbulnya lapis kedua, yaitu lapis arti. Lapis arti (units of meaning) berupa rangkaian fonem, suku kata, frase, dan kalimat. Semuanya itu merupakan satuan-satuan arti. Yang dikemukakan oleh Rachmat Djoko Pradopo dalam bukunya Pengajian Puisi, 2009: 14 dan 15.
Untuk lebih menjelaskan analisis strata norma tersebut maka dianalisis Puisi (sajak) Chairil Anwar (Selamat Tinggal).
SELAMAT TINGGAL
Goresan Pena:Chairil Anwar

Aku berkaca

Ini muka penuh Luka
Siapa punya?

Kudengar seru menderu
..... dalam hatiku? .....
Apa hanya angin lalu?

Lagu lain pula
Menggelepar tengah malam buta

Ah.................. ??

Segala menebal, segala mengental
Segala takku kenal ................ !!
Selamat tinggal ................! !
Kumpulan Puisi Chairil Anwar
(Deru Campur Debu), Cetakan kedelapan, 2010:5

Dari Sisi Lapis Suara
Sajak tersebut berupa satuan-satua suara: suara suku kata, kata, dan berangkai merupakan seluruh bunyi (suara)sajak itu: suara frase dan suara kaliamat. Jadi, lapis bunyi dalam sajak itu iyalah semua satuan bunyi yang berdasarkan konvensi bahasa tertentu, disini bahasa indonesia. Hanya saja, dalam puisi membicarakan lapis bunyi haruslah ditujukan pada bunyi-bunyi atau pola bunyi yang bersifat “istimewa” atau khusus, yaitu yang dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni (Rachmat Djoko Pradopo, 2009:16)
Misalnya dalam bait pertama baris pertama ada asonansi (peluang bunyi vokal pada deretan kata) u dan a; ‘aku berkaca. Di baris ke dua ada aliterasi a yang berulang-ulang:.... muka.... luka, siapa punya. Begitu juga dalam baris keempat ada asonansi u: ‘seru-menderu’, baris kelima dan  keenam dijumpai kata ‘hatiku-lalu yang asonansinya u. Dan pola sajak akhiran bait ke-1, 2, 3, dan 4: yang bersajak aaa, karena di dalam puisi Chairil Anwar yang berjudul “Selamat Tinggal” ini setiap bait memiliki tiga baris. Setiap si pengarang ingin bertanya, memerintah meninggikan atau menaikan suatu nada bunyi, banyak sekali memberikan tanda baca titk(.), tanda seru(!), dan tanda tanya(?) yang berlebihan. Contoh: Bait kedua baris kedua; ..... dalam hatiku? ....., Bait ketiga baris ketiga; Ah.................. ??, Bait keempat baris kedua; Segala tak kukenal ................ !!, dan Bait keempat baris ketiga; Selamat tinggal ................ !!. Banyak dijumpai tanda-tanda baca yang berlebihan.


Dari Sisi Lapis Arti
Satuan terkecil berupa fonem. Satuan fonem berupa suku kata dan kata. Kata bergabung menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita. Itu semua satuan arti (Rachmat Djoko Pradopo, 2009:17).
Dalam bait pertama, ‘Aku berkaca’ berarti; Si penulis, menyadari dia harus mengoreksi diri, bahwa manusia itu memiliki kekurangan dan kelebihan, menulis mencari dimana letak kekurangannya; berteladan kepada; berkacalah kepada orang tua agar bersikap bijaksana. Pepatah mengatakan ‘jangan bercermin (kaca) air yang keruh’, maksudnya adalah jangan meniru perbuatan orang yang buruk. ‘Ini muka penuh luka siapa punya?’Si penulis bertanya-tanya muka siapa yang luka, maksud luka disini iyalah muka yang penuh dosa, seorang yang menderita, Kekurangan-kekurangan pribadi atau keburukan-keburukan.
Dalam bait kedua,Kudengar seru menderu..... dalam hatiku? .....Apa hanya angin lalu?’. Si penulis bertanya-tanya di dalam hati,berita yang didengardi telinganya sepintas laluapakah benar atau hanya sepintas angin lalu saja. Dalam bait ketiga, ‘Lagu lain pula Menggelepar tengah malam buta’ Si penulis menjadi pusing/ bingung mengdengar lagu (tingkah laku atau suara-suara lain) di waktu tengah malam buta(larut malam) apakah benar-benar berita itu terjadi. Tapi, Si penulis Pusing yang mana ingin didengarnya, apakah bisikan dalam hatinya, bisikan anging lalu yang melintas di telinganya atau lagu lain pula yang didengar di waktu tengah malam. Lalu Si penulis mengambil keputusan, Si penulis berteriak, Ah..................??. walaupun pikirannya masih bertannya-tanya.
            Dalam bait keempat,’Segala menebal, segala mengentalSegala takku kenal ................ !!’. Si penulis bulat mengambil keputusan tegas bahwa yang dia pikirkan “segala menebal”, maksud menebal adalah kasar dan tidak berbelas kasian. “segala mengental”, maksud mengental adalah membeku, padat, keras hati Si penulis. “Segala takku kenal................!!”. Si penulis sudah tidak memperdulikan lagi. Bahwa dia percaya apa yang ada di dalam hati kecilnya bahwa Si penulis tidak menghiraukannya (takku kenal). Maka Si penulis benar-benar tekat bahwa dia meninggalkan berita atau ucapan orang lain yang bisa merugikannya. Maka Si penulis mengakhiri puisinya dengan kata “Selamat tinggal ................! !”, maksud selamat tinggal disini Si penulis percaya diri, harus sabar dan tenang mengambil keputusan suatu masalah. Harus berpikir-pikir terlebih dahulu.
Di dalam gurindam dua belas pasal kesebelas bait keempat karangan Raja Ali Haji bin Tengku Haji Ahmad mengatakan “hendak marah dulukan hujah”. Maksudnya adalah orang yang suka marah darahnya selalu naik akibatnya hilang akal sehat, perbuatan jelekpun muncul. Dalam bait ini diisyaratkan untuk mendidik karakter, supaya karakter marah jangan dipelihara. Marah harus tepat sasaran. Marah adalah perbuatan tidak terpuji. Yang dikemukakanolehProf. Dr. H. Maswardi Muhammad Amin, M. Pd, dalambukunyaPendidikan karakter anak bangsa, 2011: 192.
            Jadi, sangat tepatlah Si penulis mengambil keputusan bahwa dia ingin meninggalkan, meninggalkan bukan berarti tidak menerima kenyataan, tidak bertanggujawab, atau lari dalam permasalahan. Tetapi, Si penulis tidak mau marah melihat kenyatan, tidak tau dengan siapa si penulis ingin menghujah. Maka dari itu Si penulis mengatakan “Selamat tinggal ................! !”.
NAMA INDRA KELAS B.1
MATA KULIAHSANGGAR BAHASA
DOSEN PEMBIMBING Drs. Suhardi, M. Pd

14 komentar:

  1. bisa disampaikan juga tidak, apa yang dimaksud dengan "aku berkaca"? dan suasana apakah yang tergambar dalam puisi tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Aku berkaca"
      maksut yang saya pahami dan lain kepala berbeda pula pendampat. diri ini hanya menganalisis.

      "Aku berkaca"
      menilai baik buruknya diri sendiri.

      Suasana yang dipakai.
      Merintis

      Hapus
  2. hehe.. gag nyangka, ketemu juga blog anak FKIP UMRAH.
    bagus bg.,.. jempol dah. :)

    BalasHapus
  3. Aku berkaca
    bukan buat ke pesta
    Ini muka penuh luka
    Siapa punya?

    BalasHapus
  4. Tema nya apa ya.
    Sekalian nilai apa saja yang terdapat diputusin aku berkaca

    BalasHapus
  5. Silahkan belunjung ke Pena Pedia untuk mendapatkan berbagai maca kumpulan puisi lama sampai yang terbaru.

    BalasHapus
  6. Salam wat PaK Suhardi..kawan saya dulu di UIN Jakarta kalo ga salah.. bliaun lulusanb Bahasa Indonesia UIN Jkt.

    BalasHapus
  7. apa suasana puisi selamat tinggal Karya Chairil Anwar

    BalasHapus