Selasa, 08 April 2014

BERIKAN WASKA WANITA


BERIKAN WASKA WANITA
@INDRA_WASKA

Berawal senja.
Perlahan mimpi merasa mengganggu.
Waska melanjutkan untuk sejenak tidur.
Walau hujan menghapus mimpi di sana kemauan.
Angin mengempas sekujur tubuh.

Temukan Waska.
Waska ada di dalam genangan angin.
Angin larut dalam selah-selah mimpi.

Beri Waska rasa.
Agar Waska bisa seperti jati diriMu.
Beri Waska rindu agar Waska merindu.
Beri Waska kertas putih akan Waska dawatkan.
Beri Waska tempayan biar Waska mengisikan kerinduan.
Beri Waska wanita selalu dipuja dan  disanjung.

Tapi, menyanjungMu dan memujaMu Waska titipkan seluruh raga yang ada.

Jambi, 13 Maret 2014


PINTU SEJARAH MELAYU


A.  Pendahuluan
Mengenal dan memahami peta periodisasi sejarah sastra Indonesia diperlukan oleh para sastrawan muda Indonesia untuk membentuk karakter yang nasionalis dan patriotik. Tidak lain, karena wawasan akan sejarah tersebut akan semakin menuai benih cinta yang semakin mengakar di dalam diri dan memperkuat keyakinan bahwa Indonesia sangatlah kaya akan seni dan kebudayaan. Bhinneka Tunggal Ika, moto Ibu Pertiwi bukan sekedar iklan pasar, tetapi realita yang acapkali diremehtemehkan. Untuk itu, kita perlu mengetahui mula sejarah sastra di Indonesia, yang  tidak lain diawali dengan sastra Melayu.
Ragam karya sastra Indonesia menurut bentuknya, terdiri atas: puisi, prosa, prosa liris, dan drama. Masing-masing ragam karya sastra Indonesia dari setiap periode itu mengalami perkembangan sehingga menimbulkan ciri khas.Beberapa orang penelaah sastra Indonesia telah mencoba membuat periodisasi sastra Indonesia ini. Salah satunya adalah H.B. Jassin.
Dia membagi periodisasi sastra ini menjadi dua macam: Sastra Melayu dan Sastra Indonesia Modern, dengan pemecahan Sastra Indonesa Modern ini menjadi beberapa fase, yaitu: angkatan Balai Pustaka (angkatan 20), Pujangga Baru (angkatan 33), angkatan 45 dan angkatan 66. Meski pada tulisan kali ini, penulis hanya akan menjelaskan secara singkat sejarah Sastra Melayu dan mengerucutkannya pada proses perkembangan puisi/prosa, serta pengenalan singkat tokoh-tokoh ternama saat itu.

B.  Kilas Singkat Sejarah Sastra Melayu
Kebudayaan Melayu, sebagaimana kebudayaan Jawa, memperoleh pengaruh yang sangat kuat dari India kira-kira semenjak abad ke-5 M hingga abad ke-14 M. Namun pencapaian keduanya cenderung berbeda. Kebudayaan Jawa telah menorehkan prestasi menonjol dalam bidang seni ukir seperti candi, patung dan relief, sedangkan pencapaian terbesar kebudayaan Melayu terletak di bidang kesusasteraan.
Braginsky dalam bukunya Yang Indah, Berfaedah dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam abad 7-19, terjemahan Hersri Setiawan, menyatakan bahwa dasar tradisi kebudayaan Melayu adalah sastra. Tentu saja hal ini tidak berarti bahwa kebudaan Melayu tidak menghasilkan pencapaian di bidang-bidang lainnya. Dasar tradisi Melayu ini (sastra, pen.), baru ada semenjak abad ke-16, tertera pada sebuah manuskrip dengan aksara Jawi dan menggunakan bahasa Melayu.
Ketika orang Melayu mulai mengenal agama Hindu dan Buddha yang berasal dari India, mereka turut mengadopsi bahasa dan aksara yang digunakan di dalam dua agama tersebut. Lantas mereka mengintegrasikannya dengan bahasa asli, dan mulai menciptakan karya-karya tertulis berdasarkan kaidah-kaidah yang terserap. Tujuan mulanya, tentu agar perasaan dan pikiran mereka yang tercurahkan dalam karya bahasa, memiliki kemungkinan lebih besar untuk kekal.
Namun,keberadaan aksara, alat tulis serta kemahiran menulis saja tidak cukup. Karya-karya sastra tertulis yang muncul pada masa integrasi Melayu dengan Hindu-Buddha sangat sukar ditemukan, karena hampir tidak ada satu pun yan selamat, kecuali karya-karya yang dituliskan pada material yang tidak rentan dengan perubahan cuaca, seperti pada prasasti atau nisan. Bahkan menurut penulis, belum diketemukan karya sastra Melayu pada kedua artefak itu.
Bisa jadi, melenyapnya karya-karya sastra dari masa yang cukup jauh ini, sanggup dikorelasikan dengan hakikat sastra: baik dalam bentuk maupun isinya, pasti mengandung nilai-nilai tertentu yang dianut, diyakini dan diamalkan oleh masyarakat atau anggota masyarakat yang menciptakannya. Karya-karya sastra pada masa pengaruh India tentu mengandung nilai-nilai keagamaan dan norma-norma fundamental Hindu-Buddha yang sangat lekat, sehingga ketika pengaruh Islam muncul, nilai-nilai tersebut musti disisihkan dan digantikan oleh nilai-nilai Islam. Meski, Api Sejarah milik Ahmad Mansur Suryanegara, sedikit kontroversial dengan data historik yang umum ditemukan, mengatakan bahwa Islam sudah memasuki Indonesia jauh sebelum Hindu-Buddha. Harus ditekankan pula bahwa agama Hindu-Buddha memmpunyai watak elitis, yakni pendalaman pengetahuan tentang kedua agama tersebut hanya mampu dilakukan oleh kalangan tertentu, misalnya kelas brahmana atau bhiksu (Marwati Djoened Pusponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, Balai Pustaka Pendidikan dan Kebudayaan). Karakter elitis ini membuat Islam yang tidak membedakan kasta (egaliter, pen.) memberikan kesempatan bagi siapa saja yang ingin mendalaminya dan dapat diterima, juga tersebar luas di kalangan orang Melayu. Dengan karakter egaliter pula, aksara jawi yang diperkenalakan oleh kebudayaan Islam/Arab-Persia, mendapatkan dukungan penuh ketika mendesak karya-karya dan aksara sebelumnya yang masih mengandung bentuk maupun nilai-nilai budaya yang elitis.

C.  Islam sebagai Awal Penggerak Transfigurasi Kesusastraan Melayu
Islam sebagai pemilah bagi dua zaman besar kesusasteraan Melayu yang berbeda, yaitu Sastra melayu Rendah dan Tinggi, memiliki peran dan alasan yang cukup kuat. Namun, pada dasarnya Islam adalah daya gerak yang telah mentransformasi seluruh kebudayaan Melayu, terutama kesusastraanya, menjadi gejala peradaban yang berkembang pesat dan menyebar luas. (Harun Mat Piah, Traditional Malay Literature, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Harry Aveling, Kuala Lumpur).
Setelah melewati fase peralihan dari pengaruh India ke Islam (Masa Peralihan atau Masa transisi, pen.), kesusastraan Melayu pun mencapai masa keemasannya. Zaman ini sering disebut sebagai Zaman Klasik. Pada zaman ini pula, kesusastraan Melayu berkembang. Bukan hanya sebagai proyek yang berhubungan dengan tradisi penulis (literer) tetapi merambah fungsi praktis-religius, hingga alat transformasi keadaan sosial, politik dan ekonomi.
Mula-mula, para juru dakwah menggunakan aksara Jawi untuk melancarkan pengajaran agama Islam kepada orang Melayu yang masih dipengaruhi oleh agama dan kebudayaan dari India. Traktat-traktat keagamaan dan pelbagai sarana dakwah lain, termasuk narasi dakwah melalui wadah literer, ditulis dalam bahasa Melay dengan menggunakan aksara Jawi. Mau tidak mau, orang Melayu dan etnis-etnis lain di kawasan Asia Tenggara lainnya yang ingin menyelami religiusitas Islam harus menguasai bahasa Melayu dan aksara jawi. Sehingga, sastra Melayu pada Zaman Klasik menurut Braginsky, adalah sastra antaretnis. Nampak dalam pelbagai genre lain seperti undang-undang kenegaraan, tata cara pemerintahan, wawasan pengetahuan tradisional, bahkan surat-surat obligasi dan surat-surat resmi antar kerajaan Melayu, baik antar kerajaan maupun dengan entitas luar.
Tetapi periodisasi kesusastraan Melayu ini tidak menetapkan batas-batas pembagian yang jami’ dan mani’. Gejala kesusastraan Melayu adalah gejala unik dalam kesusastraan dunia, karena kategorisasi yang basanya diterapkan dengan cukup mudah terhadap sastra modern, seringkali mengalamami kesulitan dalam merangkum khazanah mereka. Semisal, masa pengaruh India tidak meninggalkan karya sastra tertulis, tetapi banyak anasir sastrawinya terkandung di dalam karya-karya sastra yang dciptakan pada masa pengaruh Islam.
Ambil contoh Hikayat Seri Rama, yang jelas mengandung pengaruh teramat kental dari Ramayana, sebuah karya khas India. Tetapi karya ini dijumpai sebagai karya sastra tertulis yang menggunakan aksara Jawi dan berasal dari Zaman Klasik serta telah dimodifikasi sedemikian rupa, sehinga menjadi sebuah karya yang bisa dikatakan ‘baru’. Sedangkan Sulalatu al-Salatin, yang lebih terkenal dengna Sejarah Melayu, merupakan karya tulis bertarikh 1612 M (ada juga yang mengatakan 1535 M), namun menjadi ikon kesusastraan Melayu setelah ditransliterasi dan diterbitkan dengan alat percetakan modern pada tahun 1800-an oleh Seyikh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. (Harun Mat Piah: 2002).
Demikian besarnya pengaruh Islam terhadap kebudayaan dan kesusastraan melayu pada Zaman Klasik sehingga mempengaruhi semua perkembangan sustrawi pada masa berikutnya, yakni setelah pengaruh Barat, Tionghoa dan ketika kesadaran nasional serta kebangkitan kembali kebudayaan lokal muncul. Meskipun, tentunya setiap masa juga memiliki karakteristiknya masing-masing.

D.  Sastra Melayu Tionghoa, Salah Satu Produk Turunan Kesustraan Melayu
Istilah sastra Melayu rendah atau sastra Melayu Tionghoa digunakan untuk menyebutkan karya sastra dalam bahasa Melayu yang ditulis oleh peranakan Tionghoa.Kosakatanya banyak dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari alias bahasa pasar, khususnya unsur-unsur bahasa Tionghoa.Oleh karena itu,bahasa tersebut sering dijuluki dengan bahasa gado-gado atau capcai pada zamannya.
Melayu Tionghoa juga sering disebut sastra Melayu Tionghoa peranakan.Mereka adalah golongan peranakan yang lahir di Indonesia dan ikut menghasilkan, mendukung, juga menikmati karya sastra Melayu.Mereka adalah masyarakat yang mengalami keterpurukan budaya dan belum ada adaptasi budaya dan bahasa yang memadai.Di samping itu, sampai akhir abad 19, pemerintah kolonial turut melarang bangsa Tionghoa untuk belajar di sekolah Belanda.
Bahasa Melayu rendah dilawankan dengan bahasa Melayu Tinggi, yaitu bahasa Melayu yang digunakan di Semenanjung Melayu, dan digunakan dalam karya sastra Balai Pustaka.Bahasa Melayu Tinggi dengan demikian identik dengan bahasa sastra tinggi. Pemerintah kolonial memang antipati terhadap etnis Cina, demikian pula terhadap bahasa dan sastra Tionghoa, dengan alasan bahwa masyarakat Tionghoa menganut paham Marxis, beraliran kiri, agresif serta lebih banyak menolak kebijakan pemerintah kolonial. Masyarakat Tionghoa juga ditempatkan pada daerah tertentu dan sastranya dianggap sebagai bacaan liar.
Menurut HB. Jassin, perdebatan tentang Melayu Tionghoa belum banyak.Pada umumnya pembicaraan ini muncul dalam kaitanya dengan masalah angkatan. Seperti diketahui, angkatan dalam sastra Indonesia modern dimulai dengan Balai Pustaka, Pujangga Lama, dan seterusnya, seolah-olah ada keengganan para sarjana dalam melibatkan angkatan Sastra Melayu Tionghoa, karena beberapa alasan:
  1. Sastra Melayu Tionghoa adalah karya-karya yang secara khusus diapresiasikan di kalangan masyarakat Tionghoa peranakan, jadi bukan bagian sastra Indonesia.
  2. Ketiadaan data untuk didiskusikan. Padahal, Alisjahbana telah menyatakan bahwa bahasa melayu Tionghoa adalah varian bahasa Melayu yang sudha tersebar luas di kepulauan Nusantara dan telah mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia. Justru faktor ini semakin menguntungkan kita, karena dengan mendapatkan pengaruh bahasa yang sangat banyak, semakin menambah tinggi derajat bahasa Indonesia. (Sutan Takdir Alisjahbana, Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Malaysia sebagai Bahasa Modern, 1957, pdf)
Seperti yang diketahui, khazanah sastra Indonesia memiliki ciri khas yang unik yang tidak mungkin dimiliki oleh bangsa lain. Dengan mengutip pendapat Ajib Rosidi,pengertian modern dalam sastra Indonesia adalah semangat politis, bukan semata-mata zaman, era, periode, dan perkembangan historis lainya.Karenanya, sastra Indonesia modern pada dasarnya tidak mengenal istilah dan tidak bisadilawankan dengan sastra Indonesia lama sebab pengertian yang terakhir ini digantikan dengan sastra-sastra daerah, yaitu keseluruhan sastra yang ada di wilayah Nusantara,termasuk sastra Melayu itu sendiri. (Ajip Rosidi,Kapankah Kesusasteraan Indonesia Lahir?, Haji Massagung, 1988).

Oleh karena itu, bahasa Indonesia dalam pengertian modern meliputi tiga aspek:

  1. Ditulis dengan huruf latin dan disebarkan secara luas dengan teknolog modern
  2. Mengunakan bahasa Indonesia atau pada masa kolonialisme Melayu
  3. Menggunakan bentuk baru, karena pengaruh sastra barat seperti: cerpen, novel, drama dan puisi.
Sastra yang lahir sebelum abad ke-20 dianggap sebagai sastra daerah.Sastra Melayu Tinggi dengan demikian mengalami keterputusan historis dan terpecah menjadi dua kelompok, baik secara literer maupun kultural.Sebaliknya, sastra melayu Tionghoa sejak awal pertumbuhannya hingga abad ke-20, masih tetap eksis. Bila dikaitkan dengan penulisnya, sastra sebelum abad ke-20 dapat dibedakan menjadi:
  1. Karya sastra yang ditulis oleh orang-orang non Tionghoa seperti penulis pribumi dan Belanda. Umumnya, penulis-penulis tersebut adalah wartawan. Seperti F.D.J. Pangemanan, H.F.R. Kommer, F. Winger, G. Francis, Mas Marco Kartodikromo dan R.M. Tirto Ardisoeryo.
  2. Karya sastra yang ditulis oleh orang Tionghoa, diawali oleh Thio Tjien Boen, Gouw Peng Liang dan Oei Soei.
Pada tahun 1800-an, semenjak penerbitan semakin marak, terjadi perkembangan pesat dalam bidang sastra Melayu Rendah.Jumlah cetak buku mereka menyamai, bahkan hampir melebihi seluruh periode Balai Pustaka hingga tahun 2000-an. Jumlah buku yang dihasilkan sebanyak 2.757 judul buku.Termasuk di dalamnya buku-buku anonim sekitar 248 judul, sehingga jumlah keseluruhan sekitar 3.005 judul. Dengan rincian 1398 novel dan cerpen alsi, 73 sandiwara, 183 syair, 233 terjemahan sastra Barat dan 759 terjemahan karya sastra dari bahasa Cina. (21 Maret 2013).
Kekayaan dan keberagaman sastra Melayu Tionghoa ini jauh melebihi Khazanah Balai Pustaka.Demikian juga kekayaan yang terkandng didalamnya.Sastra Balai Pustaka misalnya terbatas hanya menampilkan masalah kawin paksa.Sebaliknya sastra Melayu Tionghoa tema-temanya sangat beragam,seperti politik, kritik sosial, nasionalisme, dan yang paling penting antikolonial.Berbeda dengan sastra Balai Pustaka yang terbatas bicara seperti hanya berbicara dalam kerangka regional saja, sesuai dengan politik orientalisme, sedangkan sastra Melayu Tionghoa menampilkan hubungan antarbangsa.
Meskipun sebagian besar masyarakat Indonesia mengangap Balai Pustaka sebagai suatu angkatan dalam periodisasi sastra yang diploklamasikan oleh H.B Jassin secara umum.Tetapi yang mendominasi pengarang pada Balai Pustaka adalah para pengarang dari periode sebelumnya.Seperti pendapat Sykorsky, pakar sastra Indonesia dari institut Kesustraan Asia Timur, Moskow dalam ceramahnya di Pusat Pengkajian Kebudayaan UGM, Yogyakarta (Jumat, 8/3, 1991). Menurutnya, karya sastra tidak akan lahir melalui penerbitan(Balai Pustaka), dan dengan sendirinya tidak lahir melalui lembaga kolonialisme. Harus ada cikal bakal, dan faktor tersebut terdapat dalam fase Sastra melayu Tionghoa.

E.  Perkembangan Bentuk Puisi dan Prosa pada Sastra Melayu
Pada ragam karya sastra puisi, Sastra Melayu yang pertama berbentuk mantera, pantun, syair. Kemudian, bermunculan pantun kilat (karmina), seloka, talibun, dan gurindam. Sedangkan pada ragam karya sastra prosa, Sastra Melayu yang pertama berbentuk cerita-cerita pelipur lara, dan dongeng-dongeng. Dongeng meliputi legenda, sage, fabel, parabel, mite, dan cerita jenaka atau orang-orang malang/pandir.Bahkan, ragam karya sastra melayu ada yang berbentuk hikayat, tambo, cerita berbingkai, dan wiracarita (cerita panji). Pada cerita dongeng sering isinya mengenai cerita kerajaan (istanasentris) dan fantastis. Kadang-kadang cerita tersebut di luar jangkuan akal manusia (pralogis).
Sebelum masyarakat Melayu mengenal tulisan, karya-karya sastra tersebut disampaikan secara lisan kurang lebih tahun 1500. Penyebarannya hanya dari mulut ke mulut dan bersifat statis. Namun, setelah masyarakat Melayu mengenal tulisan, karya-karya tersebut mulai dituliskan oleh para ahli sastra masa itu tanpa menyebut pengarangnya dan tanggal penulisannya (anonim).
Sastra Melayu sangat dipengaruhi oleh sastra Islam sehingga banyak terdapat kata-kata yang sukar karena jarang didengar. Alat penyampainya adalah bahasa Arab-Melayu dengan huruf Arab gundul sehingga sering menimbulkan bahasa yang klise. Di sisi lain, karya-karya sastra yang dihasilkan selalu berisikan hal-hal yang bersifat moral, pendidikan, nasihat, adat-istiadat, dan ajaran-ajaran agama. Cara penulisannya pun terkungkung kuat oleh aturan-aturan klasik, terutama puisi. Aturan-aturan itu meliputi masalah irama, ritme, persajakan atau rima yang teratur. (Hans Bague Jassin, Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei, Jakarta: Gunung Agung, 1954 – 1967. Dituang pula dalam sebuah ringkasan cukup sistematis dalam http://ilmuwanmuda.wordpress.com/perkembangan-berbagai-bentuk-sastra indonesia/.)
Berikut kutipan karya sastra Melayu: (1). Tatkala pada zaman Raja Iskandar Zulkarnain, anak Raja Darab, Rum bangsanya, Makaduniah nama negerinya. Berjalan hendak melihat matahari terbit, maka baginda sampai pada sarhad negeri Hindi. Maka ada seorang raja terlalu amat besar kerajaannya. Setengah negeri Hindi dalam tangannya, Raja Kidi Hindi namanya. Kutipan cerita tersebut merupakan ragam karya sastra Melayu bidang prosa, khususnya bentuk hikayat. (2). Sungguh elok asam belimbing
Tumbuh dekat limau lungga Sungguh elok berbibir sumbing Walaupun marah tertawa juga
Kutipan di atas termasuk salah satu contoh ragam karya sastra Melayu bidang puisi, khususnya bentuk pantun anak-anak jenaka.
F.  Tokoh-tokoh Berpengaruh dalam Kesusastraan Melayu
Rasanya tidak cukup mengulas sejarah sastra Melayu tanpa membahas tokoh-tokoh ternama pada saat itu, yang karya-karyanya cukup mempengaruhi perkembangan sastra pada masa-masa selanjutnya. Tidak hanya dunia sastra saja, mereka turut mempengaruhi tata bahasa Indonesia dengan buku-buku ensiklopedi ataupun kamus yang mereka rancang. Ataupun dengan karya-karya sastra lain yang turut mewarnai situasi politik saat itu.
Beberapa tokoh yang mengukir sejarah pada masa itu, adalah:
1. Raja Ali Haji Karena pentingnya bahasa Melayu dalam skema konsolidasi kolonial, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda bersikap lunak, dan bahkan menyokong secara penuh semua aktivitas literer Raja Ali Haji (1804-1872) di Pulau Penyengat, pusat kerajaan Riau-Lingga, melalui seorang utusan yang bernama H. Van Eysinga. Raja Ali Haji membina bahasa Melayu dengan membuat sebuah buku tata bahasa Melayu yang berjudul Bustan al-Katibin, terbit pada 1857.Buku ini kemudian disusul oleh semacam kamus yang mirip ensiklopedi dengan judul Pengetahuan Bahasa pada 1859.Dengan kitab tata bahasa dan kamus itu, para pemakai bahasa Melayu, baik Bumiputera maupun kolonial, mendapat panduan untuk memakai bahasa Melayu yang baik. Selain karya-karya kebahasaan Melayu, Raja Ali Haji juga menciptakan karya-karya sastra lain. Yang paling terkenal tentu saja Gurindam Dua Belas,(1847).Selain itu, Raja Ali Haji juga menulis Silsilah Melayu dan Bugis (1861), Tuhfat Al-Nafis (1866) dan lain-lain.
2. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi (1797-1854) mengawali karir kepenulisan sebagai pembantu bagi ayahnya, yang membantu Marsden menyusun A History of Sumatra. Abdullah juga mengumpulkan naskah-naskah lama dari Lingga, Riau, Pahang, Trengganu, dan Kelantan. Menurut Piah, sebagian besar dari manuskrip yang ada dalam koleksi Library of Royal Asiatic Society of London dan koleksi lengkap di American Library of Congress berasal dari tangan Abdullah. Sepanjang hidupnya, Abdullah meniti karir sebagai guru bahasa dan juru bahasa untuk para sarjana Barat dan misionaris Kristen.Karya Abdullah yang paling terkenal tentu sajaHikayat Abdullah (1849) yang merupakan riwayat hidupnya sendiri dan diterbitkan di Singapura. Karya-karyanya yang lain adalah Kisah Pelayaran Abdullah Sampai ke Negeri Kelantan (1838), Syair Singapura Dimakan Api (1843), Cerita Kapal Asap (1843), Syair Kampung Gelam /Terbakar (1847).
Selain itu, Abdullah juga terlibat dalam kerja kolaboratif dengan para misionaris seperti Thomsen, North, dan Krasberry.Para sarjana kolonial memberikan tanggapan yang positif dan bertendens terhadap kerja-kerja literer, dan memandang karya-karya Abdullah terutama dengan pendekatan sejarah.Selain itu, dalam isinya pun Abdullah telah berani mengupas masalah sosial dan kehidupan sehari-hari, dan bahkan melontarkan kritik yang sangat pedas terhadap adat istiadat yang berlaku pada waktu itu. Walaupun memperoleh berbagai tanggapan bernada positif, namun Amin Sweeney (2005) menerangkan bahwa posisi Abdullah yang kokoh dalam sejarah sastra Melayu tersebut adalah tendens yang didukung oleh penguasa kolonial pada masa Abdullah hidup. Begitu juga, nilai yang terkandung dalam karya-karya Abdullah, sebenarnya telah disunting oleh para penyunting karya-karyanya yang merupakan misionaris Kristen dan membawa agenda-agenda budaya dan politik Barat.
Jadi, tidak aneh jika karya-karya Abdullah (yang telah disunting) terbit dalam media seperti Cermin Mata di Singapura yang dikelola oleh misionaris Protestan.Naguib Al-Attas bahkan menyatakan bahwa peranan pelopor modernisasi kesusastraan Melayu seharusnya ditarik lebih jauh lagi kepada Hamzah Fansuri, bukan Abdullah.Pendapat Al-Attas dilandasi argumen bahwa Abdullah mengambil teladan kebahasaan dari Sejarah Melayu, padahal bahasa dalam karya teladan itu adalah bahasa yang membayangkan pandangan hidup lampau yang dipengaruhi konsep-konsep Animisme-Hindu-Buddha.(Naguib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, cetakan keempat, Mizan, Bandung)
3.         Multatuli Seiring dengan giatnya pemerintah kolonial dalam mengembangkan bahasa Melayu, bangsa Barat juga mengembangkan kesusastraannya sendiri dengan menggunakan medium bahasa-bahasa Barat namun mengambil inspirasi dan tema dari dunia Melayu.Hasil-hasil kesusastraan bangsa Barat semacam ini meninggalkan pengaruh yang besar pada masyarakat jajahan, dan salah satu di antaranya bahkan sanggup menentukan arah politik kolonial Belanda.Multatuli menulis roman Max Havelaar yang ditulis dalam bahasa Belanda dan berkisah tentang kehidupan rakyat jajahan di Banten yang menderita di bawah birokrasi kolonial selama masa Tanam Paksa.
Roman ini diajarkan di sekolah-sekolah negeri pada masa kolonial, dan bahkan tetap diajarkan juga setelah Indonesia merdeka, terutama dalam pelajaran sejarah. Roman ini dianggap sanggup membuka mata politisi di Negeri Belanda akan kebobrokan administrasi pemerintahan di Hindia Belanda sehingga rakyat petani Indonesia menderita. Karena pengaruh buku ini, maka sistem Tanam Paksa kemudian diganti dengan sistem liberal yang menyerahkan kekuasaan ekonomi kepada pihak swasta di Hindia Belanda.Walhasil, roman ini kemudian berkembang menjadi semacam mitos tentang kedigdayaan karya sastra dalam mengubah arah politik suatu pemerintahan. (Dikutip dari http://melayuonline.com/ind/literature/dig/2490/latar-belakang-sejarah-kesusastraan-melayu-masa-pengaruh-kolonial, akses 21 Maret 2013. Lihat juga  James T. Collins,Bahasa Melayu, Bahasa dunia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005).

G.     Penutup
Tidak diragukan lagi, peran sastra Melayu dalam perkembangan bahasa dan kesusasteraan Indonesia sangat signifikan. Perbendaharaan kata yang kita temukan saat ini, tentu tidak lepas dari peran akulturasi kebudayaan pada masa Hindu-Buddha hingga Masa Transisi, sehingga menjadikan sebuah bahasa yang kaya akan nilai dan estetika: Bahasa Indonesia.
Hal lain yang perlu digarisbawahi, bahwa karya-karya sastrawan pada saat itu tidak melulu berputar pada roman picisan ataupun karya-karya teenlit seperti yang sering kita temui di banyak pasaran saat ini. Mereka berani mengambil langkah kritis dalam rangka merubah paradigma rakyat, sehingga karya-karya mereka selalu lekang dibaca sebagai titisan sejarah, serta mampu mewarnai situasi politik negara. Padahal, mengaca pada masa kolonialisme saat karya-karya mereka dilahirkan, dengan pelbagai peraturan otoriter dan kehendak pemerintah kolonial yang lalim, seyogyanya mematikan perasaan mereka sebagai sastrawan. Tetapi tidak. dengan keadaan serba genting tersebut, mereka jutru mampu menghadirkan karya-karya pengukir sejarah.
Maka, kita sebagai calon generasi sastrawan muda, jangan sampai terbuai oleh keadaan yang melenakan. Kondisi sosial pada zaman ini tidak sepolemik yang terjadi pada masa lampau, tetapi seringkali kita terjebak pada keadaan serba tenang ini dan terbawa arus. Apa harus situasi perang seperti yang terjadi pada masa kolonial, dihadirkan kembali untuk menghidupkan kembali suasana melankolia dan membangkitkan gairah kepenulisan kita yang terkubur?

Senin, 03 Februari 2014

Pantun Jenaka


Pantun Jenaka - Jika anda mencari sesuatu yang lucu mungkin akan anda temukan di berbagai media, tetapi jika anda mencari sesuatu yang jenaka rasanya tidak terlalu mudah, karena jenaka memiliki arti yang lebih dalam dari sekedar lucu. Kelucuan adalah sesuatu yang dapat membuat anda tertawa, tetapi sesuatu yang jenaka bisa lebih membuat anda penasaran, bisa berupa kata-kata, cerita ataupun Pantun Jenaka. Sesuatu yang jenaka biasanya berisi twist-twist menarik yang tidak sekedar menggelitik namun juga menarik rasa penasaran anda untuk terus membaca. Pantun Jenaka akan terasa lebih menggelitik karena panjangnya yang tidak lebih dari empat baris.
Perbedaan antara jenaka dan lucu adalah sama seperti cerdas dan cerdik, jika lelucon di kemas secara cerdik untuk membuat anda tertawa, maka Pantun Jenaka akan secara cerdik mengecoh alam bawah sadar anda untuk menikmati hal-hal lucu yang tida terprediksi. Di bawah ini ada beberapa contoh Pantun Jenaka yang sengaja kami kemas secara spesial untuk anda semua :

Ikan gabus di rawa-rawa,
Ikan belut nyangkut di jaring,
Perutku sakit menahan tawa,
Gigi palsu loncat ke piring.

Dimana kuang hendak bertelur,
Diatas lata dirongga batu,
Dimana tuan hendak tidur,
Diatas dada dirongga susu.

Elok berjalan kota tua,
Kiri kanan berbatang sepat,
Elok berbini orang tua,
Perut kenyang ajaran dapat.

Anak ayam turun ke bumi,
Induk ayam naik kelangit,
Anak ayam nyari kelangit,
Induk ayam nyungsep ke bumi.

Limau purut di tepi rawa,,
Buah dilanting belum masak,
Sakit perut sebab tertawa,,
Melihat kucing duduk berbedak.

Jalan-jalan ke rawa-rawa,
Jika capai duduk di pohon palm,
Geli hati menahan tawa,
Melihat katak memakai helm.

Sakit kaki ditikam jeruju,
Jeruju ada didalam paya,
Sakit hati memandang susu,
Susu ada dalam kebaya.

Disana gunung, disini gunung,
Ditengah-tengah bunga melati,
Saya bingung kamu pun bingung,
Kenapa ada bunga melati ???!?.

Naik kebukit membeli lada,
Lada sebiji dibelah tujuh,
Apanya sakit berbini janda,
Anak tiri boleh disuruh.

Pohon kelapa, Pohon durian,,
Pohon Cemara, Pohon Palem,
Pohonnya tinggi-tinggi Bo!

Orang Sasak pergi ke Bali,
Membawa pelita semuanya,
Berbisik pekak dengan tuli,
Tertawa si buta melihatnya.

Naik kebukit membeli lada,
Lada sebiji dibelah tujuh,
Apanya sakit berbini janda,
Anak tiri boleh disuruh.

Orang Sasak pergi ke Bali,
Membawa pelita semuanya,
Berbisik pekak dengan tuli,
Tertawa si buta melihatnya.

Jauh di mata,dekat dihati,
Jauh di hati,dekat dimata,
Jauh-dekat tujuh ratus perak.

Ada apa diseberang itu,
Mentimun busuk dimakan kalong,
Ada apa diseberang itu,
Bujang bungkuk gadis belong.

Sakit kaki ditikam jeruju,
Jeruju ada didalam paya,
Sakit hati memandang susu,
Susu ada dalam kebaya.

Ada buah manggis,
Ada juga buah anggur,
Awalnya romantis,
Pas tekdung malah kabur.

Jangan takut,
Jangan kawatir,
Itu kentut,
Bukan petir.

Jalan-jalan ke Kota Arab,
Jangan lupa membeli kitab,
Cewek sekarang tidak bisa diharap,
Bodi bohai betis berkurap.

Elok berjalan kota tua,
Kiri kanan berbatang sepat,
Elok berbini orang tua,
Perut kenyang ajaran dapat.

Buah Nanas, Buah bengkoang,
Buah jambu, Buah kedondong,
Ngerujak dooooooooonggggggg.

Senangis letak di timbangan,
Pemulut kumbang pagi-pagi,
Menangis katak di kubangan,
Melihat belut terbang tinggi.

Anak Hindu beli petola,
Beli pangkur dua-dua,
Mendengar kucing berbiola,
Duduk termenung tikus tua.

Jalan-Jalan ke Kota Sumedang..,
Ada Kambing Makan Rumput..,
Anak-anak pada Senang ..,
Melihat banci Bergoyang Dangdut.

Bunga mawar tangkai berduri,
Laris manis pedang cendol,
Aku tersenyum malu sekali,
Ingat dulu suka mengompol.

Anak cina menggali cacing,
Mari diisi dalam tempurung,
Penjual sendiri tak kenal dacing,
Alamat dagangan habis diborong.

Biduk buluh bermuat tulang,
Anak Siam pulang berbaris,
Duduk mengeluh panglima helang,
Melihat ayam bercengkang keris.

Buah jering dari Jawa,
Naik sigai ke atas atap,
Ikan kering lagi ketawa,
Dengar tupai baca kitab.

Pohon manggis di tepi rawa,
Tempat datuk tidur beradu,
Sedang menangis nenek tertawa,
Melihat datuk bermain gundu.

Anak dara Datuk Tinggi,
Buat gulai ikan tilan,
Datuk tua tak ada gigi,
Bila makan kunyah telan.

Jikalau lengang dalam negeri,
Marilah kita pergi ke kota,
Hairan tercengang kucing berdiri,
Melihat tikus naik kereta.

Ketika perang di negeri Jerman,
Ramai askarnya mati mengamuk,
Rangup gunung dikunyah kuman,
Lautan kering dihirup nyamuk.
Jual betik dengan kandil,
Kandil buatan orang Inggeris,
Melihat buaya menyandang bedil,
dan kerbau tegak berbaris.

Berderak-derak sangkutan dacing,
Bagaikan putus diimpit lumpang,
Bergerak-gerak kumis kucing,
Melihat tikus bawa senapang.

Pokok pinang patanya condong,
Dipukul ribut berhari-hari,
Kucing berenang tikus berdayung,
Ikan di laut berdiam diri.

Tanam pinang di atas kubur,
Tanam bayam jauh ke tepi,
Walaupun musang sedang tidur,
Mengira ayam di dalam mimpi.

Anak bakau di rumpun salak,
Patah taruknya ditimpa genta,
Riuh kerbau tergelak-gelak,
Melihat beruk berkaca mata.

Orang menganyam sambil duduk,
Kalau sudah bawa ke balai,
Melihat ayam memakai tanduk,
Datang musang meminta damai.
Hilir lorong mudik lorong,
Bertongkat batang temberau,
Bukan saya berkata bohong,
Katak memikul paha kerbau.

Di kedai Yahya berjual surat,
Di kedai kami berjual sisir,
Sang buaya melompat ke darat,
Melihat kambing terjun ke air.

www.WikiMedia.com

Rabu, 29 Januari 2014

Bentuk dan Jenis Karya Seni Rupa


Bentuk dan Jenis Karya Seni Rupa

MAKALAH



Oleh :
Indra
KELAS VI


Logo Kota Jambi _large.jpg




SEKOLAH DASAR NEGERI 45/ VI
KOTA JAMBI
2014





Kata Pengantar




            Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat membuat makalah yang berjudul “Bentuk dan Jenis Karya Seni Rupa” dengan baik potensi dan defenisi yang ada.

Penulis merancang makalah ini dengan bentuk sederhana mungkin untuk dapat dimengerti oleh para pembaca pada umumnya dan peserta didik pada khususnya. Dari pada itu dapat diserapi akan ilmu pengetahuan yang tersirat di dalam makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan – kekurangan yang ada dalam makalah ini, oleh dari pada itu penulis mengharap setidaknya saran maupun kritik dari anda para pembaca makalah ini, demi terciptanya makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.




Penyusun,

Penulis










Daftar Isi


Kata Pengantar………………………………………………………………………           3
Daftar Isi……………………………………………………………………………..           4
Bab I
Pendahuluan
1.1          Latar Belakang……………………………………………………………....           5
1.2          Tujuan……………………………………………………………………….            5
Bab II
A. Bentuk Karya seni rupa…………………………………………………………..           6
B. Jenis Karya Seni Rupa
1.   Seni lukis………………………………………………………………………            8
2.   Seni patung……………………………………………………………………..          9
3.   Seni grafis………………………………………………………………..…….           10
4.      Kriya…………………………………………………………………..………            11
5.      Bangunan…………………………………………………………………..….            12
6.      Desain…………………………………………………………………............            13
Bab II
Simpulan…………………………………………………………………..…………….            15
Saran……………………………………………………………………….……………            15








Bab I
Pendahuluan

1.1      Latar Belakang

Dalam pembuatan makalah ini kami mempunyai latar belakang, Mengapa kami membuat makalah yang berkaitan dengan seni rupa, dan latar belakang kami adalah sebagai berikut :
·         Karena kami ingin membuat media sebagai bahan belajar khususnya seni rupa yang dapat digunakan dikalangan pelajar maupun dikalangan  umum.
·         Karena kami juga dapat mengasah ketrampilan belajar dalam prosedur pembuatan makalah yang baik dan tepat urutan – urutannya.
·         Karena seni rupa merupakan kumpulan kreatifitas yang di miliki oleh bangsa indoneseia.


1.2      Tujuan

       Apapun tujuan kami dalam pembuatan makalah ini, dan diantaranya adalah sebagai berikut :
·         Agar seni rupa dapat selalu berkembang / tidak mudah terlupakan oleh kalangan remaja.
·         Untuk mengangkat kesenian indonesia ke ajang Go Internasional dan di segani oleh negara lain
·         Berusaha agar masyarakat indonesia lebih kreatif, dan berkembang dalam pola fikir maupun SDMnya.









Bab II
Pembahasan

Bentuk dan Jenis Karya Seni Rupa

A.    Bentuk Karya Seni Rupa

Berbagai  karya  seni  rupa  di  sekeliling  kita,  memiliki  banyak  macam ragamnya.  Keragaman  tersebut  dapat  terluhat  dari  bentuknya, warnanya,  bahan bakunya, alat pembuatannya, fungsinya atau pemanfaatannya. Dari begitu banyak ragamnya  tadi,  para  ahli  membuat  penggolongan  tentang  jenis-jenis  karya  seni rupa.

Penggolongan  atas  jenisnya  adalah  pembedaan  antara  karakteristik  karya yang  satu  dengan  yang  lainnya.  Misalnya  pada  binatang,  penggolongan  dapat didasarkan  pada  jenis  kelamin,  ada  jantan  ada  betina,  berdasarkan  karakteristik anggota tubuhnya, warna kulitnya dan sebagainya. Demikian juga dalam hal karya seni  rupa,  kita  dapat  membedakan  jenisnya  berdasarkan  fungsi  maupun bentuknya.

Berdasarkan  dimensinya,  karya  seni  rupa  terbagi  dua  yaitu,  karya  dua dimensi dan karya  tiga dimensi. Karya seni rupa dua dimensi adalah Karya seni rupa yang mempunyai dua ukuran (panjang dan  lebar) sedangkan karya seni rupa tiga  dimensi  mempunyai  tiga  ukuran  (panjang,  lebar  dan  tebal)  atau  memiliki ruang.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj0YZnN6aPJU6zKl13U7YiyIDQpxLui64wTkqK1m2VGcBU4R-sIbYVvCS7hLZM6aFIEHPTgPyc1UTyAsvgfB4ib_qeYuM1cfcFwI5orshdGpmPptptMlS5XdLRmfvvf2-IcvXwGNnRLiIYB/s320/Contoh+karya+dua+dimensi.jpg
Contoh karya dua dimensi

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzhLuj1dqZyZtzIxDveYjDC5bHwdhcjkHFN7GgEdvw7GccD3YokxIqz7xZSvLphRQISE6B5fKYD_y0V_H98Jz6oAcrd22AXmm8rM_vf5ubrV4v9qf3obhApue9qUFCU3sOsJowSyRD2FBz/s1600/Contoh+karya+tiga+dimensi.jpg
Contoh karya tiga dimensi

Berdasarkan  kegunaan  atau  fungsinya,  karya  seni  rupa  digolongkan  ke  dalam karya seni murni (pure art, fine art) dan seni pakai (useful art/applied art). Seni Murni  (pure  art/fine  art)  adalah  karya  seni  yang  diciptakan  semata-mata  untuk  dinikmati  keindahan  atau  keunikannya  saja,  tanpa  atau  hampir  tidak  memiliki fungsi praktis. Adapun Seni Pakai (useful art/applied art) adalah karya  seni  rupa  yang  prinsip  pembentukannya  mengikuti  fungsi  tertentu  dalam  kehidupan sehari-hari.


Selain  berdasarkan  dimensi  dan  fungsinya,  karya  seni  rupa  dapat  juga  diketegorikan berdasarkan temanya. Tema dapat dikatakan sebagai pokok pikiran atau  persoalan  yang  mendasari  kegiatan  (dalam  hal  ini  kegiatan  berkesenian). Dalam penciptaan seni rupa misalnya, dikenal tema “perjuangan”, “kemanusiaan”, “keagamaan”,  “lingkungan  hidup”,  “kelautan”,  “kesehatan”,  “sosial”  dll. Dari tema-tema  itu  dapat  diuraikan  menjadi  judul-judul,  misalnya  “ibu  dan  anak”, “pengemis”, “bunga mawar”,   dll. Adapun yang dimaksud dengan ”gaya” dalam karya  seni  rupa,  adalah  model  penampilan  dari  suatu  karya. 

B. Jenis Karya Seni Rupa

1. Seni Lukis

Seni  lukis merupakan  kegiatan  pengolahan  unsur-unsur  seni  rupa  seperti  garis,  bidang,  warna  dan  tekstur  pada  bidang  dua  dimensi.  Kegiatan  yang  menyerupai  seni  lukis  sudah  lama  dikenal  di  Indonesia,  tetapi  penamaan  atau  istilah  seni  lukis  merupakan  istilah  yang  datang  dari  Barat.  Kegiatan  yang  menyerupai  seni  lukis  itu  dapat  juga  disebut  seni  lukis  tradisonal.  Beberapa  contoh  dari  karya  seni  lukis  tradisional  dapat  kita  lihat  di  berbagai  daerah  di  Indonesia  seperti  seni  lukis kaca di Cirebon, seni  lukis Kamasan di Bali,  lukisan pada kulit kayu yang dibuat masyarakat di Irian Jaya dsb. Adapun seni lukis yang kita kenal saat ini dibuat pada kanvas, dapat disebut seni lukis modern.

Beberapa  seniman  seni  lukis  modern  Indonesia  yang  namanya  sudah  dikenal  di
mancanegara diantaranya Affandi, Popo Iskandar, Fajar Sidik, Nanna Banna dsb. 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDjL1yYTlz-wv-l0owm9a8ZkT4BPZLsqrcDK76Zxk2yMy78dw8wyBxYZdpCSMoJYeS_0jc8AGh953LgNjFVexVn6sJO1AbC_ESa9Br9-mfEiOnSuOxwaoi88DR8eGb7Atv8EzHNvn37mKm/s1600/Seni+lukis+karya+ZS+Soeteja.jpg
Seni lukis karya ZS Soeteja

2. Seni Patung

Karya  seni patung diwujudkan melalui pengolahan unsur-unsur  seni  rupa pada bidang  tiga dimensi. Bahan dan  teknik perwujudan pada karya  seni patung beraneka  ragam. Bahan  yang  digunakan  dapat  berupa  bahan  alami  seperti  kayu dan batu, bahan logam seperti besi dan perunggu atau bahan sintetis seperti plastik resin dan  fibre glass  (serat kaca). Sedangkan  teknik yang digunakan disesuaikan dengan bahan yang dipakai seperti teknik pahat, ukir, cor dsb.

Seperti  halnya  seni  lukis,  seni  patung  juga  sudah  dikenal  di  Indonesia sejak  zaman  prasejarah.  Hampir  setiap  daerah  di  Indonesia  memiliki  tradisi pembuatan  karya  seni  patung.  Pada  masyarakat  tradisional,  pembuatan  karya patung  seringkali  dihubungkan  dengan  kegiatan  religi  seperti  pemujaan  kepada dewa  atau  arwah  nenek  moyang.  Pada  karya-karya  seni  patung  modern, pembuatan  karya  seni  patung  merupakan  ekspresi  individu  seorang  seniman. Beberapa seniman patung modern  Indonesia diantaranya: Sunaryo, Sidharta, dan Nyoman Nuarta.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOmFBhA1WkH7YFqciNLkaPTcJM2dm6WhkQaCiLQ49Yfxh1ppDaJxD2WUlBtqsCM1JDDKbvsxOW7iSaLrMTb8LpzDfNMgapgTm8_Sxm5W9RoFXeM42jnNxEwIG9xVnQwKAZ0fPIViryDX1k/s320/Contoh+karya+seni+patung.jpg
Contoh karya seni patung

3. Seni Grafis (Cetak)

Seni grafis adalah cabang  seni  rupa  yang  tergolong ke dalam  bentuk dua dimensi.  Berbeda  dengan  seni  lukis  yang  umumnya  merupakan  karya-karya tunggal,  kekhasan  dari  karya  grafis  adalah  sifatnya  yang  bisa  direproduksi  atau diperbanyak. Sesuai dengan proses pencetakannya karya seni grafis terbagi menjadi empat jenis:

a. Cetak tinggi
Prinsip  cetak  ini  adalah  bagian  yang  bertinta  adalah  bagian  yang  paling  tinggi. Bagian  ini  bila  diterakan  atau  dicetakkan,  tinta  atau  gambar  akan  berpindah  ke atas  permukaan  kertas.  Berdasarkan  bahan  dan  alat  yang  dipergunakan  dalam  cetak tinggi dikenal beberapa  jenis cetakan seperti cukil kayu (wood cut), cukilan lino tera kayu  (wood engraving) serta cukilan bahan  lain seperti karet atau plastik.

b. Cetak dalam 
Prinsip  cetak  dalam  adalah  hasil  cetakan  yang  diperoleh  dari  celah  garis  bagian  dalam dari plat klisenya bukan bagian  tingginya seperti stempel atau cap. Teknik cetak  ini  merupakan  kebalikan  dari  teknik  cetak  tinggi.  Acuan  cetak  yang dipergunakan  adalah  lempengan  tembaga  atau  seng  yang  ditoreh  atau  diberi kedalaman untuk tempat tinta. Kedalaman dibuat menggunakan alat penoreh yang tajam dan kuat dan atau menggunakan zat kimiawi.


c. Cetak saring
Cetak  saring  disebut  juga  serigrafi  atau  sablon.  Sesuai  dengan  namanya  prinsip  cetak  ini  adalah mencetak  gambar melalui  saringan  yang  diberi  batasan-batasan  tertentu. Cetak saring dikenal luas di masyarakat melalui benda-benda yang sering  dijumpai  sehari hari seperti aplikasinya pada pembuatan kaos, spanduk, bendera, dsb.

d. Cetak datar
Proses cetak datar atau planografi adalah memanfaatkan perbedaan  sifat minyak  dan  air  serta  acuan  cetakan  yang  terbuat  dari  batu  (litografi)  atau  seng.  Tinta  hanya  terkumpul  pada  bagian  cetakan    yang  sudah  digambari    dengan  pinsil  berlemak dan pemindahan gambar dilakukan dengan alat khusus. Teknik  litografi  inilah yang mengilhami prinsip dasar mesin cetak modern. 

4. Seni Kria

Pengertian Seni Kria

Seni  kria  adalah  hasil  kebudayaan  fisik  yang  lahir  karena  adanya tantangan dari lingkungan dan diri kriawan. Seni kria diartikan sebagai hasil daya cipta manusia melalui  keterampilan  tangan  untuk memenuhi  kebutuhan  jasmani dan rohaninya, serta umumnya dibuat dari bahan-bahan alam.

Penciptaan karya kria yang baik didasarkan pada syarat kegunaan (utility) dan  keindahan  (estetika).  Syarat  keindahan  terdiri  atas  aspek  kenyamanan, keluwesan dan kenyamanan. Hubungan antara bentuk, fungsi dan keindahan  juga merupakan asas penciptaan yang harus dimiliki seorang kriawan. Karya seni kria memiliki  karakteristik  tersendiri  yang  dipengaruhi  oleh  keterampilan  dan kreativitas  kriawan,  materi,  alat,  fungsi  dan  teknik  penciptaanya.  Aspek-aspek tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya.



Kria  tumbuh  dan  berkembang  dipengaruhi  pula  oleh  faktor  kekayaan  flora  dan
fauna  serta  bahan-bahan  alam  lainnya.  Hasil-hasil  utama  seni  kria  Indonesia terdiri  atas  kria  tekstil  dan  serat  meliputi  batik  dan  tenun,  anyaman  serta tumbuhan,  kria  bambu,  kria  gerabah  dan  tembikar  (keramik)  kria  kayu,  logam, kulit, kaca dll.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgO42trV6h6oPCIUrBoiANijfFEjvp6bjJiF-58AQ6TwPOOq-ceYkBK4GAMlFk33BDZdikqQq7Srg17XKao-tlOLuaCimv5ISlrvjw2f5vFx7_8D3dPnDy32hifzhIv3Z1lfYJpSpyQbQJo/s1600/contoh+karya+seni+kria+anyam.jpg
contoh karya seni kria anyam

5. Seni Bangunan (Arsitektur)

Pada  dasarnya  seni  bangunan  merupakan  bagian  dari  seni  rupa,  tetapi karena  kekhususan  yang  dimilikinya  seringkali  seni  bangunan  dikelompokan tersendiri dalam seni arsitektur. Berdasarkan bentuk dan fungsinya seni bangunan seni bangunan dapat dikategorikan sebagai seni pakai. Indonesia memiliki warisan peninggalan karya seni bangunan yang sangat banyak  jumlah dan macamnya dan tersebar dari Sabang sampai Merauke. 

Setiap  suku  bangsa  yang  ada  di  Indonesia  mengenal  dan  memiliki bangunan  khas  daerahnya  masing-masing.  Bentuk-bentuk  bangunan  tersebut dibuat berdasarkan ide atau gagasan yang bersumber dari kebudayaannya masing-masing.  Struktur,  denah,  bahan  dan  teknik  pada  rumah-rumah-rumah  adat tradisional  dibangun  berdasarkan  aturan-aturan  baku  yang  dipatuhi  dan diwariskan secara turun temurun. 


Dalam  perkembangannya,  pengaruh  kebudayaan  yang  datang  dari  Barat memperkenalkan  bentuk-bentuk  baru  pada  bangunan-bangunan  yang  sudah  ada. Bentuk-bentuk baru tersebut dengan imajinasi dan kreativitas seniman (arsitektur) diolah  dan  digabungkan  dengan  bentuk-bentuk  tradisional  yang  sudah  ada sebelumnya menghasilkan bentuk-bentuk bangunan kontemporer. 

Perkembangan seni atau desain bangunan ini selanjutnya melahirkan jenis-jenis  seni  rupa  terapan  lainnya  seperti  desain  interior  (seni  penataan  ruang)  dan desain meubel.

6. Desain

Desain merupakan  kegiatan  reka  letak  atau  perancangan. Hampir  semua karya seni rupa melalui proses perancangan sebelum diproduksi atau diwujudkan dalam  bentuk  jadi  yang  sesungguhnya.  Tetapi,  pengertian  desain  saat  ini  lebih sering  digunakan  untuk menunjukkan  proses  perancangan  karya-karya  seni  rupa terapan (useful art).

Beberapa jenis desain yang dikenal di Indonesia antara lain:

a. Desain Komunikasi Visual 
Desain  ini awalnya  lebih dikenal dengan  istilah desain grafis, yaitu kegiatan seni  rupa  yang menyusun  unsur-unsur  grafis  pada  sebuah  benda  pakai.  Karena lingkupnya  yang  dirasakan  terbatas,  pada  perkembangan  selanjutnya  seni  grafis menjadi  bagian  dari  kegiatan  desain  komunikasi  visual,  yaitu  kegiatan perancangan  pada media  komunikasi  baik media  cetak  sederhana  seperti  buku, poster  atau  majalah  maupun  media  elektronik  seperti  televisi,  neon  sign  dan sebagainya. Unsur-unsur grafis yang menjadi perhatian dalam desain komunikasi visual diantaranya tipografi (huruf), garis, logo, warna, ilustrasi dan foto. 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgMXETzYa2vxsQBhtK_SfMRcDSYxrJT6_H-pHUtLOsJnhs0tJjE2AkKWYJGWDS1F_hLY348plKqDhXM_2F28n2w2RFg2Jr_GGRmeg5_KDJhcfbzGrfmBPr2d6s7TK1dyO_pqD5w4q9tQ124/s1600/Contoh+karya+desain+komunikasi+visual+berupa+cover+buku.jpg
Contoh karya desain komunikasi visual berupa cover buku

b. Desain Interior
            Desain  interior adalah kegiatan merancang  tata  letak sebuah  ruangan atau eksterior bangunan. Kegiatan perancangan  ini dimaksudkan agar sebuah  ruangan selain  sesuai  dengan  fungsinya  juga  menjadi  indah  dan  nyaman.  Benda-benda yang  ada  dalam  ruangan  tersebut  dipilih  dan  ditata  sedemikian  rupa  sehingga menjadi satu kesatuan, serasi dan harmonis. 



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhx9GX-w0FT_fNONX8rzBSCKCIFn54JXEf2YTfLX0lEL0rhEcRBzh36nqMOeuf792q89RYeLi25r9bn6FiY-BuU1i8EqBGQmmdEgmHoHrbV8o78uQ70iOjNHr_BqULbUMJl5XoMsTjgCr1H/s320/Contoh+karya+desain+interior.jpg
Contoh karya desain interior

Yang  menjadi  perhatian  dalam  perancangan  interior  berdasarkan fungsinya, termasuk juga pemilihan warna dinding, hiasan-hiasan yang menempel di  dinding,  mebelair  (kursi,  meja,  tempat  tidur  dsb.),  lampu  (pencahayaan), akustik (suara), lantai, langit-langit dan lain sebagainya.














Bab III
Penutup


1.1    Simpulan

     Setelah kita mempelajari materi yang ter’rangkum di atas maka dapat kita tarik suatu kesimpulan yaitu negara indonesia kaya akan seni-seninya yang tercermin dalam berbagai bentuk dan karya seni yang telah dibuat mulai dari kaya seni tiga dimensi ataupun dua dimensi, tak lepas dari itu seni juga memiliki nilai keindahan, harga, lambang simbolis dll.

1.2    Saran

            Adapun saran yang terlontar dari penulis adalah suatu seni akan menjadi berkesan bila kita bisa memaknainya, dan suatu seni dapat berkembang apabila kita mampu untuk melakukan yang terbaik dan, berkreasi dalam seni.